My Friend

Sabtu, 10 Mei 2014

Makalah Sosiologi Politik tentang evaluasi 16 tahun reformasi dan demokrasi



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Demokrasi memang tidak diciptakan karena efeknya kepada pertumbuhan  ekonomi ataupun way of life masyarakat, walau bukti menunjukkan demokrasi dapat mendukung pertumbuhan ekonomi ataupun menyebarkan keluhuran way of life masyarakat.
Demokrasi dipilih karena ini sistem terbaik dari yang buruk, yang lebih menjamin bahwa para warga negara dilibatkan dalam proses pembuat kebijakan. Landasan morainya, setiap individu berhak menentukan segala hal yang dapat mempengaruhi kehidupannya, baik dalam kehidupan personal ataupun sosial.
Di samping itu, demokrasi adalah cara yang efektif untuk mengontrol operasi kekuasaan agar tidak menghasilkan penyalahgunaan wewenang. Hal yang lazim jika pembela demokrasi umumnya lapisan masyarakat yang terdidik. Hal yang jamak pula jika penentangnya adalah mereka yang sedang mengendalikan pemerintahan.
B.     Rumusan Masalah
a.       Apa itu reformasi?
b.      Apa itu demokrasi?
c.       Bagaimana sistematika pelaksaan pemerintahan masa reformasi?
d.      Bagaimana keadaan Indonesia setelah 16 tahun reformasi dan demokrasi?
C.    Tujuan
a.       Untuk mengetahui apa itu reformasi dan demokrasi
b.      Bagaimana keadaan Indonesia setelah terjadi pembaharuan dari masa Orde Baru ke reformasi.
c.       Untuk memperkaya pengetahuan dalam bidang perpolitikkan Indonesia.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Reformasi
Reformasi dari segi bahasa berasal dari dua  kata yakni, “Re” dan “Formasi”, “Re” berarti Kembali dan “Formasi” adalah Susunan. Reformasi juga berarti memperbaiki, membetulkan, menyempurnakan dengan membuat sesuatu yang salah menjadi benar. Oleh karena itu reformasi berimplikasi pada merubah sesuatu untuk menghilangkan yang tidak sempurna menjadi lebih sempurna seperti melalui perubahan kebijakan institusional. Dengan demikian dapat dikemukakan beberapa karakteristik reformasi dalam suatu bidang tertentu yaitu adanya keadaan yang tidak memuaskan pada masa yang lalu, keinginan untuk memperbaikinya pada masa yang akan datang, adanya perubahan besar-besaran, adanya orang yang melakukan, adanya pemikiran atau ide-ide baru, adanya sistem dalam suatu institusi tertentu baik dalam skala kecil seperti sekolah maupun skala besar seperti negara.
Reformasi  adalah suatu perubahan yang bertujuan untuk memperbaiki kerusakan-kerusakan yang diwariskan oleh Orde Baru atau merombak segala tatanan politik, ekonomi, sosial dan budaya yang berbau Orde baru. Atau membangun kembali, menyusun kembali. Reformasi di Indonesia terjadi pada tahun 1998, dimana Mahasiswa Indonesia melakukan Power People untuk menjatuhkan dinasti Orde Baru atau Pemerintahan Soeharto yang sudah berlangsung selama 32 Tahun. People Power atau demo besar-besaran ini kemudian membuahkan hasil, Presiden Soeharto yang militeristik dan diktator kemudian mengundurkan diri dari jabatan kepresidenan Sejak tanggal 21 Mei 1998. Tanggal ini kemudian ditetapkan sebagai tanggal Puncak Terjadinya Reformasi.

Dalam demo besar-besaran oleh mahasiswa terdapat 6 Tuntutan Reformasi, yaitu:
1.      Penegakan supremasi hukum
2.      Pemberantasan KKN (korupsi Kolusi dan Nepotisme)
3.      Pengadilan mantan Presiden Soeharto dan kroninya
4.      Amandemen UUD 1945
5.      Pencabutan dwifungsi ABRI
6.      Pemberian otonomi daerah seluas- luasnya.
a.      Pemerintahan Pasca Reformasi
Dalam rangka menanggapi tuntutan reformasi dari masyarakat dan agar dapat mewijudkan tujuan dari reformasi tersebut maka B.J.Habibie mengeluarkan beberapa kebijakan, antaranya:
·         Kebijakan dalam bidang politik. reformasi dalam bidang politik berhasil mengganti lima paket undang-undang masa orde baru dengan tiga undang-undang politik yang lebih demokratis. Berikut ini tiga undang-undang tersebut: UU No. 2 Tahun 1999 tentang partai politik; UU No. 3 Tahin 1999 tentang pemilihan umum dan UU No. 4 Tahun 1999 tentang susunan dan kedudukan DPR/MPR.
·         Kebijakan Dalam Bidang Ekonomi. Untuk memperbaiki prekonomian yang terpuruk, terutama dalam sektor perbankan, pemerintah membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional ( BPPN ). Selanjutnya pemerintah mengeluarkan UU No 5 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen.
·         Kebebasan Dalam Menyampaikan Pendapat dan Pers. Kebebasan menyampaikan pendapat dalam masyarakat mulai terangkat kembali. Hal ini terlihat dari mumculnya partai-partai politik dari berbagaia golongan dan ideology. Masyarakat dapat menyampaikan kritik secara terbuka kepada pemerintah. Di samping kebebasan dalam menyampaikan pendapat, kebebasan juga diberikan kepada Pers. Reformasi dalam Pers dilakukan dengan cara menyederhanakan permohonan Surat Ijin Usaha Penerbitan      ( SIUP ).
·         Pelaksanaan Pemilu. Pada masa pemerintahan B.J. Habibie berhasil diselenggarakan pemilu multipartai yang damai dan pemilihan presiden yang demokratis. Pemilu tersebut diikuti oleh 48 partai politik. Dalam pemerintahan B. J. Habibie juga berhasil menyelesaikan masalah Timor Timur . B.J.Habibie mengambil kebijakan untuk melakukan jajak pendapat di Timor Timur. Referendum tersebut dilaksanakan pada tanggal 30 Agustus 1999 dibawah pengawasan UNAMET. Hasil jajak pendapat tersebut menunjukan bahwa mayoritas rakyat Timor Timur lepas dari Indonesia. Sejak saat itu Timor Timur lepas dari Indonesia. Pada tanggal 20 Mei 2002 Timor Timur mendapat kemerdekaan penuh dengan nama Republik Demokratik Timor Leste.
b.      Sistematika Pelaksanaan UUD 1945 pada Masa Orde Reformasi
Pada masa orde Reformasi demokrasi yang dikembangkan pada dasarnya adalah demokrasi dengan berdasarkan kepada Pancasila dan UUD 1945. Pelaksanaan demokrasi Pancasila pada masa Orde Reformasi dilandasi semangat Reformasi, dimana paham demokrasi berdasar atas kerkyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dilaksanakan dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa serta menjunjung tinggi nilai kemanusiaan yang adil dan beradab, selalu memelihara persatuan Indonesia dan untuk mewujudkan suatu keadilan sosila bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pelaksanaan demokasi Pancasila pada masa Reformasi telah banyak memberi ruang gerak kepada parpol dan komponen bangsa lainnya termasuk lembaga permusyawaratan rakyat dan perwakilan rakyat mengawasi dan mengontrol pemerintah secara kritis sehingga dua kepala negara tidak dapat melaksanakan tugasnya sampai akhir masa jabatannya selama 5 tahun karena dianggap menyimpang dari garis Reformasi.



c.       Ciri-ciri umum demokrasi Pancasila Pada Masa Orde Reformasi, antara lain:
  • mengutamakan musyawarah mufakat
  • Mengutamakan kepentingan masyarakat , bangsa dan negara
  • Tidak memaksakan kehendak pada orang lain
  • Selalu diliputi oleh semangatwERW kekeluargaanB
  • Adanya rasa tanggung jawab dalam melaksanakan keputusan hasil musyawarah
  • Dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati yang luhur
  • Keputusan dapat dipertanggung jawabkan secara moral kepada Than Yang Maha Esa, berdasarkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan
  • Penegakan kedaulatan rakyar dengan memperdayakan pengawasan sebagai lembaga negara, lembaga politik dan lembaga swadaya masyarakat
  • Pembagian secara tegas wewenang kekuasaan lembaga Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif.
  • Penghormatan kepada beragam asas, ciri, aspirasi dan program parpol yang memiliki partai
  • Adanya kebebasan mendirikan partai sebagai aplikasi dari pelaksanaan hak asasi manusia
  • Setelah diadakannya amandemen, UUD 1945 mengalami perubahan. Hasil perubahan terhadap UUD 1945 setelah di amandemen.
d.      Tujuan Reformasi
1)      Reformasi politik bertujuan untuk tercapainbya demokratisasi
2)      Reformasi ekonomi bertujuan untuk tercapainya peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam bidang ekonomi.
3)      Reformasi hukum bertujuan untuk tercapainya keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
4)      Reformasi sosial bertujuan untuk terwujudnya integrasi bangsa Indonesia.
e.       Faktor pendorong terjadinya reformasi
1)      Faktor politik, meliputi adanya KKN dalam kehidupan pemerintah, adanay rasa tidak percaya kepada pemerintah Orba yang penuh dengan nepotisme dan kronisme serta merajalelanya korupsi, Kekuasaan Orba yang otoriter dan tertutup, adanya keinginan demokratisasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, adanya demo besar-besaran mahasiswa yang menginginkan perubahan.
2)      Faktor ekonomi, meliputi Adanya krisis mata uangrupiah, naiknya harga barang-barang kebutuhan masyarakat, sulitnya mendapatkan barang-barang kebutuhan pokok.
3)      Faktor sosial masyarakat, adanya kerusuhan tanggal 13 dan 14 Mei 1998 yang melumpuhkan perekonomian rakyat.
4)      Faktor hukum, diantaranya belum adanya keadilan dalam perlakuan hukum yang sama di antara warga negara.

B.     Demokrasi
Demokrasi berasal dari kata dalam bahasa Yunani yaitu demos berarti rakyat dan kratos atau kratein yang berarti kekuasaan atau berkuasa. Jadi demokrasi dalam artian sempit adalah rakyat yang berkuasa atau government by the people.
Perkembangan demokrasi di Indonesia telah mengalami pasang surut. Selama 68 tahun berdirinya Republik Indonesia ternyata masalah pokok yang kita hadapi ialah bagaimana dalam masyarakat yang beraneka ragam pola budayanya, mempertinggi tingkat kehidupan ekonomi disamping membina suatu kehidupan sosial dan politik yang demokratis.
Pada pokonya masalah ini berkisar pada penyusunan suatu sistem politik dimana kepemimpinan cukup kuat untuk melaksanakan pembangunan ekonomi serta nation building dengan partisipasi rakyat seraya menghindarkan timbulnya diktator, apakah diktator ini bersifat perorangan, partai ataupun militer. Dipandang dari sudut perkembangan demokrasi sejarah Indonesia dapat dibagi dalam empat masa, yaitu :
a.       Masa Republik Indonesia I (1945-1959) yaitu masa demokrasi (konstitusional) yang menonjolkan peranan parlemen serta partai-parttai dan yang karena itu dapat dinamakan Demokrasi Parlementer.
b.      Masa Republik Indonesia II (1959-1965) yaitu masa Demokrasi Terpimpin yang dalam banyak aspek telah menyimpang dari demokrasi konstitusional yang secara formal merupakan landasanya dan menunjukkan beberapa aspek demokrasi rakyat.
c.       Masa Republik Indonesia III (1965-1998) yaitu masa Demokrasi Pancasila yang merupakan demokrasi konstitusional yang menonjolkan sistem presidensial.
d.      Masa Republik Indonesia IV (1998-sekarang) yaitu masa reformasi yang menginginkan tegaknya demokrasi di Indonesia sebagai koreksi terhadap praktik-praktik politik yang terjadi pada masa Republik Indonesia.

C.    Keadaan Indonesia setelah 16 tahun reformasi
Pada Masa setelah 16 tahun reformasi, berbagai prestasi dan kegagalan mewarnai perjalanan reformasi. Perubahan yang sangat mencolok adalah terciptanya era kebebasan dalam berbagai bidang. Sejalan dengan kemajuan pesat di bidang komunikasi, khususnya media online dan elektronik, berbagai aspirasi ideologis bermunculan secara bebas. Reformasi yang berjalan setelah 16 tahun telah memunculkan berbagai perubahan pandangan dan sikap. Yang dulu kawan dalam politik, sekarang menjadi lawan. Dulu dibenci dan dicaci maki dimana-mana, sekarang mulai dipahami, bahkan dipuja-puji.
Reformasi telah memberikan ruang kebebasan yang sangat luas di berbagai bidang. Keterbukaan yang sangat besar di bidang politik telah membuka ruang bagi munculnya elite-elite politik dan ekonomi baru yang menikmati kekuasaan, popularitas, dan juga akses-akses kekayaan. Sebagian ilmuwan berhasil memanfaatkan keterbukaan politik dan sistem pemilihan langsung Presiden dan kepala daerah dengan membentuk lembaga-lembaga survei yang berhasil meraih posisi strategis di bidang politik dan sebagian bahkan menghasilkan keuntungan berlimpah.  Itu antara lain, kesempatan yang tidak ternikmati di masa Orde Baru. 
Reformasi di Indonesia selama 16 tahun ini telah menghasilkan iklim kebebasan (liberal) yang sangat luas di berbagai bidang kehidupan. Tentu saja, dalam kebebasan dan kemanfaatan yang diraih oleh sebagian orang, ada efek samping dan dampak buruk yang dilihat dan dirasakan oleh sebagian masyarakat lainnya. Dalam berbagai bidang, dampak buruk ini begitu nyata, sehingga mulai meresahkan.  
Gerakan reformasi politik dan pemerintahan yang telah berjalan selama sekitar 16 tahun dianggap gagal. Mayoritas masyarakat tidak merasakan ada perbaikan signifikan dalam bidang politik, pemerintahan, dan perekonomian.” 
Kesimpulan itu didasarkan pada hasil survei nasional yang dilakukan Indo Barometer. Pada April-Mei 2011 dengan 1.200 responden di 33 provinsi. Hasilnya:  55,4  persen menyatakan tidak ada perubahan kondisi bangsa sebelum dan sesudah reformasi. Hanya 31 persen menganggap kondisi bangsa setelah reformasi jauh lebih baik. “Bisa dikatakan, hanya 1 dari 3 responden yang menganggap kondisi Indonesia saat ini jauh lebih baik dibandingkan kondisi 16 tahun lalu,” kata Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari dalam jumpa wartawan di Jakarta, (15/5/2011).
Hasil lainnya: sekitar 55 persen mengaku tidak puas dengan reformasi. Hanya 29,7 persen menyatakan puas  terhadap pelaksanaan reformasi. Masyarakat menganggap masih banyak tuntutan dan amanat reformasi yang belum terpenuhi, terutama tuntutan perubahan di bidang hukum, hak asasi manusia, dan ekonomi.   Tak hanya itu, kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Boediono juga terus anjlok. Pada Juli 2009 kepuasan publik terhadap kinerja Presiden/Wapres masih mencapai 90,4 persen.  Awal 2010. kepuasan publik  turun menjadi 74,5 persen. Pada Agustus 2010, tinggal 50,9 persen. Bulan Mei 2011 tingkat kepercayaan masyarakat menurun lagi menjadi 48,9 persen.
Ekonom Faisal Basri, menyatakan, kegagalan paling mencolok pascareformasi terjadi di bidang ekonomi. Pengangguran dan kemiskinan makin tinggi meski pemerintah meminimalisir  angka pengangguran dan angka kemiskinan mengalami penurunan. Hal itu kemungkinan yang membuat rendahnya kepuasan masyarakat terhadap reformasi. “Kalau ini dibiarkan, reformasi akan menjadi Orde Baru jilid II,” ujarnya.
Pada 12 Mei 2012, Kantor Berita Radio Nasional menurunkan berita yang menyebutkan: “Hari ini 12 Mei 2012 genap 14 tahun reformasi yang diperjuangkan oleh mahasiswa dan masyarakat Indonesia. Gerakan reformasi tidak hanya mampu melengserkan rezim Soeharto dan kroni-kroninya namun juga menjadi angin  segar  untuk perubahan Indonesia menjadi lebih baik lagi. Reformasi yang harus dibayar mahal dengan jatuhnya korban tewas dari masyarakat sipil, kini dianggap  gagal total. Agenda reformasi diantaranya adalah  tegakkan supremasi hukum, dan ciptakan pemerintahan yang bersih dari KKN, tidak berjalan sebagai mana mestinya. Korupsi semakin menggurita dan penegakkan hukum masih pandang bulu.”
Pada 13 September 2012, Mantan Menteri Negara Pemuda dan Olah Raga (Menpora) Adhyaksa Dault melancarkan bukunya yang bertajuk  'Menghadang Negara Gagal (Sebuah Ijtihad Politik).   Dalam bukunya, Adhyaksa mengungkapkan hasil penelitian  dari organisasi Fund for Peace pada tahun 2011, yang mengatakan Indonesia termasuk salah satu negara dalam zona berbahaya.  Dari penelitian itu, Indonesia ditempatkan pada peringkat 63 dari 178 negara.  Berarti turun satu tingkat dari tahun 2011. Sebaliknya, negara-negara di kawasan ASEAN,  menempati posisi yang lebih baik,  seperti Singapura (posisi nke-157), Malaysia (posisi ke-110), dan Thailand (posisi ke-84). 
Salah satu sektor yang menikmati kebebasan besar di era reformasi  adalah sektor media massa. Kebebasan di sektor ini begitu besar, sehingga nyaris tiada batas lagi. Namun, lagi-lagi, kebebasan yang nyaris tak terbatas ini pun akhirnya menuai kritik di kalangan internal pers sendiri. Pada 9 Desember 2010, www.republika.co.id menyiarkan berita bertajuk “Kebebasan Pers di Indonesia Dinilai Over Dosis.”  Menurut pakar Komunikasi Politik Nasional,                      Prof. Dr. Tjipta Lesmana,  dibandingkan dengan beberapa negara lain, seperti Amerika Serikat dan Inggris, kebebasan pers di Indonesia adalah yang paling besar dan bahkan seolah-olah tidak memiliki batasan.
Di bidang politik, sistem pemilihan kepala daerah langsung (pilkadal) mulai dipertanyakan kebaikannya. Pada 7 Maret 2013, www.republika.co.id melaporkan, adanya 222 kepala daerah yang menjadi tersangka kasus korupsi. Padahal, biaya untuk memilih seorang kepala daerah secara langsung sangatlah mahal, mencapai puluhan sampai ratusan milyar rupiah. 
Reformasi telah bergulir, dan telah menyeret Indonesia ke pusaran “Lingkaran setan”  liberalisme dalam berbagai bidang. Kondisi seperti ini sangat pelik. Kebebasan informasi telah mengubah pola pikir dan perilaku banyak warga bangsa, khususnya anak-anak muda-remaja kearah pola hidup hedonis yang serba permisif dan menjadikan para selebritis sebagai idola kehidupan. Dunia politik pun terimbas. Partai-partai politik seperti berlomba merangkul para artis terkenal, untuk meraih suara dari masyarakat. 
Ketika digulirkan, jargon reformasi menumbuhkan banyak harapan di kalangan masyarakat Indonesia.  Sebagaimana biasa dalam setiap peristiwa tumbangnya suatu rezim, muncul suatu euphoria dan semangat melawan segala sesuatu yang berbau rezim lama. Apapun yang berbau rezim sebelumnya seolah-olah salah. Rezim lama menjadi momok. Siapa pun jika dicitrakan sebagai bagian dari rezim lama, akan menghadapi suatu proses deligitimasi sosial politik yang sulit dikendalikan.
D.     Evaluasi 16 tahun Demokrasi di Indonesia
Salah satu faktor yang menentukan demokrasi Indonesia akan menjadi dewasa dan menjadi negara demokratis yang tegar di bawah aturan hukum dan mengabdikan diri bagi perlindungan hak asasi manusia, menjadi suatu demokratischer rechsstaat (negara hukum demokratik) adalah orang Islam Indonesia. Paling sedikit 85% orang Indonesia beragama islam sementara hampir 10%nya beragama kristen (sepertiganya adalah katolik). Mungkin ada  sekitar 1,5% beragama hindu, yang lainya beragama budha, konfusius, penganut asli dan lain-lain.
Sementara ini semua partai islam tegas mendukung konsep demokrasi. Kedua organisasi besar islam Nadhatul Ulama dan Muhammadiyah berulang kali menegaskan komitmenya tidak hanya pada demokrasi, tetapi juga pada prakondisinya, menghormati hak asasi manusia, pluralisme dan pancasila (filsafat negara Indonesia yang secara tegas menyatakan bahwa Indonesia menjadii milik bersama semua rakyatnya tanpa memandang agamanya).
Tetapi yang paling menentukan adalah perkembangan hubungan antara agama-agama di Indonesia khusunya hubungan antara Islam dan Kristen karena (khusunya jika hubungan islam dan kristen baik, hubungan antar komunitas relijius yang lain secara otomatis juga memuaskan). Jika toleransi pada tingkat akar-rumput bisa dibangun kembali, jika kemauan yang sudah dijanjikan agama-agama besar untuk menerima eksistensi pihak lain terbukti dalam praktik politik dan sosial, demokrasi Indonesia akan berakar walaupun mungkin dengan naik-turun. Sebaliknya jika ekstrimisme agama tumbuh rakyat akan menjadi semakin sektarian dan primordialistik, adu kekuatan dan kekerasan akan mengemuka dan ini akan berarti akhir demokrasi Indonesia.
Itu malahan bisa menjadi akhir Indonesia sebagai negara yang beradab, negara kesatuan. Indonesia tidak bisa disatukan hanya dengan kekerasan. Tetapi jika suatu kelompok memaksakan pemikiranya pada pihak lain yang tidak sepakat mereka tidak akan menerima dan pada akhirnya berupaya memisahkan diri. Tetapi pengulangan orde barunya Soeharto jangan sampai terjadi. Pengambilalihan oleh militer misalnya dalam keadaan kekacauan tidak akan berumur panjang. Militer Indonesia terlalu kecil sehingga hanya bisa pada saat bersamaan mengamankan tidak lebih dari dua provinsi atau empat kota besar. Tentu saja pengambilalihan oleh militer terkait dengan pembentukan negara agama (sindroma Zia uul-Haq) menjadi suatu kemungkinan yang nyata tetapi hal ini akan membawa Indonesia ke dalam jurang saudara. Jadi hubungan baik yang stabil antara agama-agama merupakan kondisi penting untuk pendewasaan demokrasi Indonesia.
Langkah terobosan yang dilakukan dalam proses demokratisasi adalah amandemen Undang-undang dasar 1945 yang dilakukan oleh MPR hasil pemilihan umum 1999 dalam empat tahap selama empat tahun (1999-2002). Beberapa perubahan penting dilakukan terhadap Undang-undang dasar 1945 agar UUD 1945 mampu menghasilkan pemerintahan yang demokratis. Peranan Dewan Perwakilan Rakyat sebagai lembaga lagislatif diperkuat, semua anggota DPR dipilih dalam pemilihan umum, pengawasan terhadap presiden lebih diiperketat dan hak asasi manusia memperoleh jaminan yang semakin kuat. Amandemen Undang-undang dasar 1945 juga memperkenalkan pemilihan umum untuk memilih presiden dan wakil presiden secara langsung (pilpres). Pilpres pertama dilakukan pada tahun 2004 setelah pemilihan umum untuk lembaga legislatif.
Langkah demokratisasi berikutnya adalah pemilihan umum untuk memilih kepala daerah secara langsung (pilkada) yang diatur dalam Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah. Undang-undang ini mengharuskan semua kepala daerah di seluruh Indonesia dipilih melalui pilkada mulai pertengahan 2005. Semenjak itu, semua kepala daerah yang telah habis masa jabatanya harus dipilih melalui pilkada. Pilkada bertujuan untuk menjadikan pemerintah daerah lebih demokratis dengan diberikanya hak bagi rakyat untuk menentukan kepala daerah. Hal ini tentu saja berbeda dengan pemilihan kepala daerah sebelumnya yang bersifat tidak langsung karena dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Pelaksanaan pemilu legislatif dan pemilihan presiden pada tahun 2004 merupakan tonggak sejarah politik penting dalam sejarah politik Indonesia modern karena terpilihnya presiden dan wakil presidem yang didahului oleh terpilihnya anggota-anggota DPR, DPD (dewan perwakilan daerah) dan DPRD telah menuntaskan demokratisasi di bidang lembaga-lembaga politik di Indonesia. Dapat dikatakan bahwa demokratisasi telah berhasil membentuk pemerintahan Indonesia yang demokratis karena nilai-nilai demokrasi yang penting telah diterapkan melalui pelaksanaan peraturan perundangan mulai dari UUD 1945. Memang benar bahwa demokratisasi adalah proses tanpa akhir karena demokrasi adalah sebuah kondisi yang tidak pernah terwujud secara tuntas. Namun dengan adanya perubahan-perubahan tadi, demokrasi di Indonesia telah mempunyai dasar yang kuat untuk berkembang.
Walaupun demikian transisi politik Indonesia masih merupakan suatu proyek yang menghadapi sejumlah tantangan. Banyak orang yang harus diyakini bahwa demokrasi bisa memberikan keuntungan bagi mereka tidak hanya sekedar pemilihan umum atau kebebasan berbicara. Apalagi, dan ini harus diletakkan pada agenda teratas kita, kita harus memperhatikan secara serius meningkatnya radikalisasi di kalangan orang (yang secara salah) menyatakan bertindak atas nama agama dalam melakukan kekerasan. Bangkitnya kelompok ekstrim agama dan sejumlah organisasi etno-nasionalis menyebarkan kebencian agama dan etnik benar-benar memberikan ancaman serius bagi demokrasi Indonesia yang baru, khususnya dalam penolakan mereka terhadap arti pentingnya pluralisme dan toleransi yang akan menjamin stabilitas di suatu masyarakat pluralistik seperti Indonesia.
Demokrasi Indonesia masih rawan. Partai-partai politik belum stabil. Masih ada kekurang dewasaan politik dan ketidakmampuan menghadapi kesulitan. Kampanye pemilihan umum dan perilaku pemilih masih ditentukan terutama oleh pribadi dan sikap budaya-agama, sementara program praktis tidak menonjol. ‘Politik uang’ pada semua tingkatan kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif mengancam merusak seluruh kemapanan politik dari dalam. Rakyat sinis terhadap anggota parlemen. Walaupun ‘otonomi daerah’ sudah terbangun, situasinya jauh dari memuaskan.
Salah satu faktor yang menentukan apakah demokrasi Indonesia akan menjadi dewasa dan menjadi negara demokratis yang tegar di bawah aturan hukum dan mengabdikan diri bagi perlindungan hak asasi manusia, menjadi suatu demokratischer rechsstaat (negara hukum demokratik) adalah orang Islam Indonesia. Paling sedikit 85% orang Indonesia beragama islam sementara hampir 10%nya beragama kristen (sepertiganya adalah katolik). Mungkin ada  sekitar 1,5% beragama hindu, yang lainya beragama budha, konfusius, penganut asli dan lain-lain. Sementara ini semua partai islam tegas mendukung konsep demokrasi. Kedua organisasi besar islam Nadhatul Ulama dan Muhammadiyah berulang kali menegaskan komitmenya tidak hanya pada demokrasi, tetapi juga pada prakondisinya, menghormati hak asasi manusia, pluralisme dan pancasila (filsafat negara Indonesia yang secara tegas menyatakan bahwa Indonesia menjadii milik bersama semua rakyatnya tanpa memandang agamanya).
Tetapi yang paling menentukan adalah perkembangan hubungan antara agama-agama di Indonesia khusunya hubungan antara Islam dan Kristen karena (khusunya jika hubungan islam dan kristen baik, hubungan antar komunitas relijius yang lain secara otomatis juga memuaskan). Jika toleransi pada tingkat akar-rumput bisa dibangun kembali, jika kemauan yang sudah dijanjikan agama-agama besar untuk menerima eksistensi pihak lain terbukti dalam praktik politik dan sosial, demokrasi Indonesia akan berakar walaupun mungkin dengan naik-turun. Sebaliknya jika ekstrimisme agama tumbuh rakyat akan menjadi semakin sektarian dan primordialistik, aduu kekuatan dan kekerasan akan mengemuka dan ini akan berarti akhir demokrasi Indonesia.
Itu malahan bisa menjadi akhir Indonesia sebagai negara yang beradab, negara kesatuan. Indonesia tidak bisa disatukan hanya dengan kekerasan. Tetapi jika suatu kelompok memaksakan pemikiranya pada pihak lain yang tidak sepakat mereka tidak akan menerima dan pada akhirnya berupaya memisahkan diri. Tetapi pengulangan orde barunya Soeharto jangan sampai terjadi. Pengambil alihan oleh militer misalnya dalam keadaan kekacauan tidak akan berumur panjang. Militer Indonesia terlalu kecil sehingga hanya bisa pada saat bersamaan mengamankan tidak lebih dari dua provinsi atau empat kota besar. Tentu saja pengambil alihan oleh militer terkait dengan pembentukan negara agama (sindroma Zia uul-Haq) menjadi suatu kemungkinan yang nyata tetapi hal ini akan membawa Indonesia ke dalam jurang saudara. Jadi hubungan baik yang stabil antara agama-agama merupakan kondisi penting untuk pendewasaan demokrasi Indonesia.



























BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Apa yang kita dapatkan dari penjelasan konteks sosial politik ini? Jika kita urutkan, hasilnya ialah jika militer dan akumulasi ekonomi berada di tangan negara, terlebih lagi jika kontrol sosial negara atas masyarakat sangat ketat, negaralah yang paling mampu membentuk corak gerakan masyarakat dan menjadi agen perubahan. Lemahnya posisi kelas menengah mempengaruhi corak negara, akibat ketidakmandirian ekonomi dan politik, paling jauh membuat mereka hanya berhenti pada pelemparan isu yang tidak mengubah keadaan.
 pengertian kunci yang harus kita pahami adalah jika kita ingin perubahan dan pembaharuan kebudayaan, terlebih lagi dalam kondisi kita saat ini. Kekuatan negara Orde Baru jelas lebih kuat dari negara kolonial dahulu. Negara sekarang punya basis legitimasi kekuasaan, terlebih lagi ia mampu mengintegrasikan dan menyerap kekuatan kelas menengah ke dalam dirinya. Ancang-ancang yang harus diambil jangan dimulai dengan spekulasi logika abstrak yang kemudian dipaksakan ke dalam kondisi empiris, tapi harus berangkat dari kondisi empiris kita, baru kemudian diabstraksikan
Kita merasakan adanya perkembangan yang paradoksal. Ekonomi Indonesia begitu fleksibel dan mudah menyesuaikan diri dengan perkembangan mutakhir dunia. Komitmen kepada perdagangan bebas dan liberalisasi ekonomi sudah diambil. Sungguhpun masih terjadi praktek proteksi di sana sini, namun kecenderungan liberalisasi itu semakin dirasakan. Namun dunia politik sekarang terasa kurang fleksibel. Selama ini kita belum merasakan adanya perubahan yang substansial seperti yang terjadi didunia ekonomi, sementara di 129 negara lainnya sudah banyak yang berubah.



B.     Saran
Indonesia akan mengalami perubahan kearah yang lebih baik, jika seluruh pejabat pemerintah benar-benar menjalankan tanggung jawabnya dengan baik dan optimal, serta adanya kerjasama dari warga negara untuk membangun Indonesia. Pemerintah jangan hanya terbuka untuk dikritik tetapi mengabaikan kritikkan dari masyarakat tanpa mempertimbangkan dan mengkoreksi kinerjanya terlebih dahulu. Bentengi Indonesia dengan kesadaran individu akan hak, kewajiban, tanggung jawab baik itu dari pejabat pemerintah maupun warga negara nya. Tumbuhkan rasa toleransi yang lebih, karena kita harus mengakui bahwa Indonesia adalah negara yang majemuk dan multikultural.






















Daftar Pustaka

1.      Surdiasis, Fransiskus. 2006, Demokrasi Indonesia: Visi dan Praktek / Denny J.A, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan
2.      http://www.scribd.com/doc/77001161/Pengertian-Reformasi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar