BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Demokrasi memang tidak diciptakan karena efeknya kepada
pertumbuhan ekonomi ataupun way of life
masyarakat, walau bukti menunjukkan demokrasi dapat mendukung pertumbuhan
ekonomi ataupun menyebarkan keluhuran way of life masyarakat.
Demokrasi dipilih karena ini sistem terbaik dari yang buruk, yang
lebih menjamin bahwa para warga negara dilibatkan dalam proses pembuat
kebijakan. Landasan morainya, setiap individu berhak menentukan segala hal yang
dapat mempengaruhi kehidupannya, baik dalam kehidupan personal ataupun sosial.
Di
samping itu, demokrasi adalah cara yang efektif untuk mengontrol operasi
kekuasaan agar tidak menghasilkan penyalahgunaan wewenang. Hal yang lazim jika
pembela demokrasi umumnya lapisan masyarakat yang terdidik. Hal yang jamak pula
jika penentangnya adalah mereka yang sedang mengendalikan pemerintahan.
B.
Rumusan Masalah
a.
Apa itu reformasi?
b.
Apa itu demokrasi?
c.
Bagaimana sistematika
pelaksaan pemerintahan masa reformasi?
d.
Bagaimana keadaan Indonesia
setelah 16 tahun reformasi dan demokrasi?
C.
Tujuan
a.
Untuk mengetahui apa itu
reformasi dan demokrasi
b.
Bagaimana keadaan Indonesia
setelah terjadi pembaharuan dari masa Orde Baru ke reformasi.
c.
Untuk memperkaya pengetahuan
dalam bidang perpolitikkan Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Reformasi
Reformasi
dari segi bahasa berasal dari dua kata
yakni, “Re” dan “Formasi”, “Re” berarti Kembali dan “Formasi” adalah Susunan. Reformasi
juga berarti memperbaiki, membetulkan, menyempurnakan dengan membuat sesuatu
yang salah menjadi benar. Oleh karena itu reformasi berimplikasi pada merubah
sesuatu untuk menghilangkan yang tidak sempurna menjadi lebih sempurna seperti
melalui perubahan kebijakan institusional. Dengan demikian dapat dikemukakan
beberapa karakteristik reformasi dalam suatu bidang tertentu yaitu adanya
keadaan yang tidak memuaskan pada masa yang lalu, keinginan untuk memperbaikinya
pada masa yang akan datang, adanya perubahan besar-besaran, adanya orang yang melakukan,
adanya pemikiran atau ide-ide baru, adanya sistem dalam suatu institusi tertentu
baik dalam skala kecil seperti sekolah maupun skala besar seperti negara.
Reformasi
adalah suatu perubahan yang bertujuan untuk memperbaiki kerusakan-kerusakan
yang diwariskan oleh Orde Baru atau merombak segala tatanan politik, ekonomi,
sosial dan budaya yang berbau Orde baru. Atau membangun kembali, menyusun
kembali. Reformasi di Indonesia terjadi pada tahun 1998, dimana Mahasiswa
Indonesia melakukan Power People
untuk menjatuhkan dinasti Orde Baru atau Pemerintahan Soeharto yang sudah
berlangsung selama 32 Tahun. People Power
atau demo besar-besaran ini kemudian membuahkan hasil, Presiden Soeharto yang
militeristik dan diktator kemudian mengundurkan diri dari jabatan kepresidenan
Sejak tanggal 21 Mei 1998. Tanggal ini kemudian ditetapkan sebagai tanggal
Puncak Terjadinya Reformasi.
Dalam demo
besar-besaran oleh mahasiswa terdapat 6 Tuntutan Reformasi, yaitu:
1.
Penegakan supremasi hukum
2.
Pemberantasan KKN (korupsi Kolusi dan Nepotisme)
3.
Pengadilan mantan Presiden Soeharto dan kroninya
4.
Amandemen UUD 1945
5.
Pencabutan dwifungsi ABRI
6.
Pemberian otonomi daerah seluas- luasnya.
a. Pemerintahan
Pasca Reformasi
Dalam rangka menanggapi tuntutan
reformasi dari masyarakat dan agar dapat mewijudkan tujuan dari reformasi
tersebut maka B.J.Habibie mengeluarkan beberapa kebijakan, antaranya:
·
Kebijakan dalam bidang politik. reformasi dalam bidang
politik berhasil mengganti lima paket undang-undang masa orde baru dengan tiga
undang-undang politik yang lebih demokratis. Berikut ini tiga undang-undang
tersebut: UU No. 2 Tahun 1999 tentang partai politik; UU No. 3 Tahin 1999
tentang pemilihan umum dan UU No. 4 Tahun 1999 tentang susunan dan kedudukan
DPR/MPR.
·
Kebijakan Dalam Bidang Ekonomi. Untuk memperbaiki
prekonomian yang terpuruk, terutama dalam sektor perbankan, pemerintah
membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional ( BPPN ). Selanjutnya pemerintah
mengeluarkan UU No 5 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen.
·
Kebebasan Dalam Menyampaikan Pendapat dan Pers.
Kebebasan menyampaikan pendapat dalam masyarakat mulai terangkat kembali. Hal
ini terlihat dari mumculnya partai-partai politik dari berbagaia golongan dan
ideology. Masyarakat dapat menyampaikan kritik secara terbuka kepada
pemerintah. Di samping kebebasan dalam menyampaikan pendapat, kebebasan juga
diberikan kepada Pers. Reformasi dalam Pers dilakukan dengan cara
menyederhanakan permohonan Surat Ijin Usaha Penerbitan (
SIUP ).
·
Pelaksanaan Pemilu. Pada masa pemerintahan B.J.
Habibie berhasil diselenggarakan pemilu multipartai yang damai dan pemilihan
presiden yang demokratis. Pemilu tersebut diikuti oleh 48 partai politik. Dalam
pemerintahan B. J. Habibie juga berhasil menyelesaikan masalah Timor Timur .
B.J.Habibie mengambil kebijakan untuk melakukan jajak pendapat di Timor Timur.
Referendum tersebut dilaksanakan pada tanggal 30 Agustus 1999 dibawah
pengawasan UNAMET. Hasil jajak pendapat tersebut menunjukan bahwa mayoritas
rakyat Timor Timur lepas dari Indonesia. Sejak saat itu Timor Timur lepas dari
Indonesia. Pada tanggal 20 Mei 2002 Timor Timur mendapat kemerdekaan penuh
dengan nama Republik Demokratik Timor Leste.
b. Sistematika
Pelaksanaan UUD 1945 pada Masa Orde Reformasi
Pada masa orde Reformasi demokrasi
yang dikembangkan pada dasarnya adalah demokrasi dengan berdasarkan kepada
Pancasila dan UUD 1945. Pelaksanaan demokrasi Pancasila pada masa Orde
Reformasi dilandasi semangat Reformasi, dimana paham demokrasi berdasar atas
kerkyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, dilaksanakan dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa
serta menjunjung tinggi nilai kemanusiaan yang adil dan beradab, selalu
memelihara persatuan Indonesia dan untuk mewujudkan suatu keadilan sosila bagi
seluruh rakyat Indonesia.
Pelaksanaan demokasi Pancasila pada
masa Reformasi telah banyak memberi ruang gerak kepada parpol dan komponen
bangsa lainnya termasuk lembaga permusyawaratan rakyat dan perwakilan rakyat
mengawasi dan mengontrol pemerintah secara kritis sehingga dua kepala negara
tidak dapat melaksanakan tugasnya sampai akhir masa jabatannya selama 5 tahun karena
dianggap menyimpang dari garis Reformasi.
c. Ciri-ciri
umum demokrasi Pancasila Pada Masa Orde Reformasi, antara lain:
- mengutamakan musyawarah mufakat
- Mengutamakan kepentingan masyarakat , bangsa dan negara
- Tidak memaksakan kehendak pada orang lain
- Selalu diliputi oleh semangatwERW kekeluargaanB
- Adanya rasa tanggung jawab dalam melaksanakan keputusan hasil musyawarah
- Dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati yang luhur
- Keputusan dapat dipertanggung jawabkan secara moral kepada Than Yang Maha Esa, berdasarkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan
- Penegakan kedaulatan rakyar dengan memperdayakan pengawasan sebagai lembaga negara, lembaga politik dan lembaga swadaya masyarakat
- Pembagian secara tegas wewenang kekuasaan lembaga Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif.
- Penghormatan kepada beragam asas, ciri, aspirasi dan program parpol yang memiliki partai
- Adanya kebebasan mendirikan partai sebagai aplikasi dari pelaksanaan hak asasi manusia
- Setelah diadakannya amandemen, UUD 1945 mengalami perubahan. Hasil perubahan terhadap UUD 1945 setelah di amandemen.
d. Tujuan
Reformasi
1)
Reformasi politik bertujuan untuk tercapainbya
demokratisasi
2)
Reformasi ekonomi bertujuan untuk tercapainya
peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam bidang ekonomi.
3)
Reformasi hukum bertujuan untuk tercapainya keadilan
bagi seluruh rakyat Indonesia.
4)
Reformasi sosial bertujuan untuk terwujudnya integrasi
bangsa Indonesia.
e. Faktor pendorong terjadinya reformasi
1)
Faktor politik, meliputi adanya KKN
dalam kehidupan pemerintah, adanay rasa tidak percaya kepada pemerintah Orba
yang penuh dengan nepotisme dan kronisme serta merajalelanya korupsi, Kekuasaan
Orba yang otoriter dan tertutup, adanya keinginan demokratisasi dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara, adanya demo besar-besaran mahasiswa yang menginginkan
perubahan.
2)
Faktor ekonomi, meliputi Adanya krisis
mata uangrupiah, naiknya harga barang-barang kebutuhan masyarakat, sulitnya
mendapatkan barang-barang kebutuhan pokok.
3)
Faktor sosial masyarakat, adanya
kerusuhan tanggal 13 dan 14 Mei 1998 yang melumpuhkan perekonomian rakyat.
4)
Faktor hukum, diantaranya belum adanya
keadilan dalam perlakuan hukum yang sama di antara warga negara.
B. Demokrasi
Demokrasi
berasal dari kata dalam bahasa Yunani yaitu demos berarti rakyat dan kratos
atau kratein yang berarti kekuasaan atau berkuasa. Jadi demokrasi dalam
artian sempit adalah rakyat yang berkuasa atau government by the people.
Perkembangan
demokrasi di Indonesia telah mengalami pasang surut. Selama 68 tahun berdirinya
Republik Indonesia ternyata masalah pokok yang kita hadapi ialah bagaimana
dalam masyarakat yang beraneka ragam pola budayanya, mempertinggi tingkat
kehidupan ekonomi disamping membina suatu kehidupan sosial dan politik yang
demokratis.
Pada pokonya
masalah ini berkisar pada penyusunan suatu sistem politik dimana kepemimpinan
cukup kuat untuk melaksanakan pembangunan ekonomi serta nation building dengan
partisipasi rakyat seraya menghindarkan timbulnya diktator, apakah diktator ini
bersifat perorangan, partai ataupun militer. Dipandang dari sudut perkembangan
demokrasi sejarah Indonesia dapat dibagi dalam empat masa, yaitu :
a. Masa
Republik Indonesia I (1945-1959) yaitu masa demokrasi (konstitusional) yang
menonjolkan peranan parlemen serta partai-parttai dan yang karena itu dapat
dinamakan Demokrasi Parlementer.
b. Masa
Republik Indonesia II (1959-1965) yaitu masa Demokrasi Terpimpin yang dalam
banyak aspek telah menyimpang dari demokrasi konstitusional yang secara formal
merupakan landasanya dan menunjukkan beberapa aspek demokrasi rakyat.
c. Masa
Republik Indonesia III (1965-1998) yaitu masa Demokrasi Pancasila yang
merupakan demokrasi konstitusional yang menonjolkan sistem presidensial.
d. Masa
Republik Indonesia IV (1998-sekarang) yaitu masa reformasi yang menginginkan
tegaknya demokrasi di Indonesia sebagai koreksi terhadap praktik-praktik
politik yang terjadi pada masa Republik Indonesia.
C.
Keadaan
Indonesia setelah 16 tahun reformasi
Pada Masa
setelah 16 tahun reformasi, berbagai prestasi dan kegagalan mewarnai perjalanan
reformasi. Perubahan yang sangat mencolok adalah terciptanya era kebebasan
dalam berbagai bidang. Sejalan dengan kemajuan pesat di bidang komunikasi,
khususnya media online dan elektronik, berbagai aspirasi ideologis bermunculan
secara bebas. Reformasi yang berjalan setelah 16 tahun telah memunculkan
berbagai perubahan pandangan dan sikap. Yang dulu kawan dalam politik, sekarang
menjadi lawan. Dulu dibenci dan dicaci maki dimana-mana, sekarang mulai
dipahami, bahkan dipuja-puji.
Reformasi
telah memberikan ruang kebebasan yang sangat luas di berbagai bidang.
Keterbukaan yang sangat besar di bidang politik telah membuka ruang bagi
munculnya elite-elite politik dan ekonomi baru yang menikmati kekuasaan,
popularitas, dan juga akses-akses kekayaan. Sebagian ilmuwan berhasil
memanfaatkan keterbukaan politik dan sistem pemilihan langsung Presiden dan
kepala daerah dengan membentuk lembaga-lembaga survei yang berhasil meraih
posisi strategis di bidang politik dan sebagian bahkan menghasilkan keuntungan
berlimpah. Itu antara lain, kesempatan yang tidak ternikmati di masa Orde
Baru.
Reformasi di
Indonesia selama 16 tahun ini telah menghasilkan iklim kebebasan (liberal) yang
sangat luas di berbagai bidang kehidupan. Tentu saja, dalam kebebasan dan kemanfaatan
yang diraih oleh sebagian orang, ada efek samping dan dampak buruk yang dilihat
dan dirasakan oleh sebagian masyarakat lainnya. Dalam berbagai bidang, dampak
buruk ini begitu nyata, sehingga mulai meresahkan.
Gerakan
reformasi politik dan pemerintahan yang telah berjalan selama sekitar 16 tahun
dianggap gagal. Mayoritas masyarakat tidak merasakan ada perbaikan signifikan
dalam bidang politik, pemerintahan, dan perekonomian.”
Kesimpulan itu
didasarkan pada hasil survei nasional yang dilakukan Indo Barometer. Pada
April-Mei 2011 dengan 1.200 responden di 33 provinsi. Hasilnya: 55,4 persen
menyatakan tidak ada perubahan kondisi bangsa sebelum dan sesudah reformasi.
Hanya 31 persen menganggap kondisi bangsa setelah reformasi jauh lebih baik. “Bisa
dikatakan, hanya 1 dari 3 responden yang menganggap kondisi Indonesia saat ini
jauh lebih baik dibandingkan kondisi 16 tahun lalu,” kata Direktur Eksekutif
Indo Barometer M Qodari dalam jumpa wartawan di Jakarta, (15/5/2011).
Hasil lainnya:
sekitar 55 persen mengaku tidak puas dengan reformasi. Hanya 29,7 persen
menyatakan puas terhadap pelaksanaan reformasi. Masyarakat menganggap
masih banyak tuntutan dan amanat reformasi yang belum terpenuhi, terutama
tuntutan perubahan di bidang hukum, hak asasi manusia, dan ekonomi. Tak
hanya itu, kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono dan Wakil Presiden Boediono juga terus anjlok. Pada Juli 2009
kepuasan publik terhadap kinerja Presiden/Wapres masih mencapai 90,4 persen.
Awal 2010. kepuasan publik turun menjadi 74,5 persen. Pada Agustus
2010, tinggal 50,9 persen. Bulan Mei 2011 tingkat kepercayaan masyarakat
menurun lagi menjadi 48,9 persen.
Ekonom Faisal
Basri, menyatakan, kegagalan paling mencolok pascareformasi terjadi di bidang
ekonomi. Pengangguran dan kemiskinan makin tinggi meski pemerintah
meminimalisir angka pengangguran dan
angka kemiskinan mengalami penurunan. Hal itu kemungkinan yang membuat
rendahnya kepuasan masyarakat terhadap reformasi. “Kalau ini dibiarkan,
reformasi akan menjadi Orde Baru jilid II,” ujarnya.
Pada 12 Mei
2012, Kantor Berita Radio Nasional menurunkan berita yang menyebutkan: “Hari
ini 12 Mei 2012 genap 14 tahun reformasi yang diperjuangkan oleh mahasiswa dan
masyarakat Indonesia. Gerakan reformasi tidak hanya mampu melengserkan rezim
Soeharto dan kroni-kroninya namun juga menjadi angin segar untuk
perubahan Indonesia menjadi lebih baik lagi. Reformasi yang harus dibayar mahal
dengan jatuhnya korban tewas dari masyarakat sipil, kini dianggap gagal
total. Agenda reformasi diantaranya adalah tegakkan supremasi hukum, dan
ciptakan pemerintahan yang bersih dari KKN, tidak berjalan sebagai mana
mestinya. Korupsi semakin menggurita dan penegakkan hukum masih pandang bulu.”
Pada 13
September 2012, Mantan Menteri Negara Pemuda dan Olah Raga (Menpora) Adhyaksa
Dault melancarkan bukunya yang bertajuk 'Menghadang Negara Gagal
(Sebuah Ijtihad Politik). Dalam bukunya, Adhyaksa
mengungkapkan hasil penelitian dari organisasi Fund for
Peace pada tahun 2011, yang mengatakan Indonesia termasuk
salah satu negara dalam zona berbahaya. Dari penelitian itu, Indonesia
ditempatkan pada peringkat 63 dari 178 negara. Berarti turun satu tingkat
dari tahun 2011. Sebaliknya, negara-negara di kawasan ASEAN, menempati
posisi yang lebih baik, seperti Singapura (posisi nke-157), Malaysia
(posisi ke-110), dan Thailand (posisi ke-84).
Salah satu
sektor yang menikmati kebebasan besar di era reformasi adalah sektor
media massa. Kebebasan di sektor ini begitu besar, sehingga nyaris tiada batas
lagi. Namun, lagi-lagi, kebebasan yang nyaris tak terbatas ini pun akhirnya
menuai kritik di kalangan internal pers sendiri. Pada 9 Desember 2010,
www.republika.co.id menyiarkan berita bertajuk “Kebebasan Pers
di Indonesia Dinilai Over Dosis.” Menurut pakar Komunikasi
Politik Nasional,
Prof. Dr. Tjipta Lesmana, dibandingkan dengan beberapa negara
lain, seperti Amerika Serikat dan Inggris, kebebasan pers di Indonesia adalah
yang paling besar dan bahkan seolah-olah tidak memiliki batasan.
Di bidang
politik, sistem pemilihan kepala daerah langsung (pilkadal) mulai dipertanyakan
kebaikannya. Pada 7 Maret 2013, www.republika.co.id melaporkan, adanya 222
kepala daerah yang menjadi tersangka kasus korupsi. Padahal, biaya untuk
memilih seorang kepala daerah secara langsung sangatlah mahal, mencapai puluhan
sampai ratusan milyar rupiah.
Reformasi
telah bergulir, dan telah menyeret Indonesia ke pusaran “Lingkaran setan” liberalisme dalam berbagai bidang. Kondisi
seperti ini sangat pelik. Kebebasan informasi telah mengubah pola pikir dan
perilaku banyak warga bangsa, khususnya anak-anak muda-remaja kearah pola hidup
hedonis yang serba permisif dan menjadikan para selebritis sebagai idola
kehidupan. Dunia politik pun terimbas. Partai-partai politik seperti berlomba
merangkul para artis terkenal, untuk meraih suara dari masyarakat.
Ketika
digulirkan, jargon reformasi menumbuhkan banyak harapan di kalangan masyarakat
Indonesia. Sebagaimana biasa dalam setiap peristiwa tumbangnya suatu
rezim, muncul suatu euphoria dan semangat melawan segala sesuatu yang berbau
rezim lama. Apapun yang berbau rezim sebelumnya seolah-olah salah. Rezim lama
menjadi momok. Siapa pun jika dicitrakan sebagai bagian dari rezim lama, akan
menghadapi suatu proses deligitimasi sosial politik yang sulit dikendalikan.
D.
Evaluasi 16 tahun Demokrasi di Indonesia
Salah satu
faktor yang menentukan demokrasi Indonesia akan menjadi dewasa dan menjadi
negara demokratis yang tegar di bawah aturan hukum dan mengabdikan diri bagi
perlindungan hak asasi manusia, menjadi suatu demokratischer rechsstaat (negara hukum demokratik) adalah orang
Islam Indonesia. Paling sedikit 85% orang Indonesia beragama islam sementara
hampir 10%nya beragama kristen (sepertiganya adalah katolik). Mungkin ada
sekitar 1,5% beragama hindu, yang lainya beragama budha, konfusius, penganut
asli dan lain-lain.
Sementara ini
semua partai islam tegas mendukung konsep demokrasi. Kedua organisasi besar
islam Nadhatul Ulama dan Muhammadiyah berulang kali menegaskan komitmenya tidak
hanya pada demokrasi, tetapi juga pada prakondisinya, menghormati hak asasi
manusia, pluralisme dan pancasila (filsafat negara Indonesia yang secara tegas
menyatakan bahwa Indonesia menjadii milik bersama semua rakyatnya tanpa
memandang agamanya).
Tetapi yang
paling menentukan adalah perkembangan hubungan antara agama-agama di Indonesia
khusunya hubungan antara Islam dan Kristen karena (khusunya jika hubungan islam
dan kristen baik, hubungan antar komunitas relijius yang lain secara otomatis
juga memuaskan). Jika toleransi pada tingkat akar-rumput bisa dibangun kembali,
jika kemauan yang sudah dijanjikan agama-agama besar untuk menerima eksistensi
pihak lain terbukti dalam praktik politik dan sosial, demokrasi Indonesia akan
berakar walaupun mungkin dengan naik-turun. Sebaliknya jika ekstrimisme agama
tumbuh rakyat akan menjadi semakin sektarian dan primordialistik, adu kekuatan
dan kekerasan akan mengemuka dan ini akan berarti akhir demokrasi Indonesia.
Itu malahan bisa
menjadi akhir Indonesia sebagai negara yang beradab, negara kesatuan. Indonesia
tidak bisa disatukan hanya dengan kekerasan. Tetapi jika suatu kelompok
memaksakan pemikiranya pada pihak lain yang tidak sepakat mereka tidak akan
menerima dan pada akhirnya berupaya memisahkan diri. Tetapi pengulangan orde
barunya Soeharto jangan sampai terjadi. Pengambilalihan oleh militer misalnya
dalam keadaan kekacauan tidak akan berumur panjang. Militer Indonesia terlalu
kecil sehingga hanya bisa pada saat bersamaan mengamankan tidak lebih dari dua
provinsi atau empat kota besar. Tentu saja pengambilalihan oleh militer terkait
dengan pembentukan negara agama (sindroma Zia uul-Haq) menjadi suatu
kemungkinan yang nyata tetapi hal ini akan membawa Indonesia ke dalam jurang
saudara. Jadi hubungan baik yang stabil antara agama-agama merupakan kondisi
penting untuk pendewasaan demokrasi Indonesia.
Langkah
terobosan yang dilakukan dalam proses demokratisasi adalah amandemen
Undang-undang dasar 1945 yang dilakukan oleh MPR hasil pemilihan umum 1999
dalam empat tahap selama empat tahun (1999-2002). Beberapa perubahan penting
dilakukan terhadap Undang-undang dasar 1945 agar UUD 1945 mampu menghasilkan
pemerintahan yang demokratis. Peranan Dewan Perwakilan Rakyat sebagai lembaga
lagislatif diperkuat, semua anggota DPR dipilih dalam pemilihan umum,
pengawasan terhadap presiden lebih diiperketat dan hak asasi manusia memperoleh
jaminan yang semakin kuat. Amandemen Undang-undang dasar 1945 juga
memperkenalkan pemilihan umum untuk memilih presiden dan wakil presiden secara
langsung (pilpres). Pilpres pertama dilakukan pada tahun 2004 setelah pemilihan
umum untuk lembaga legislatif.
Langkah
demokratisasi berikutnya adalah pemilihan umum untuk memilih kepala daerah
secara langsung (pilkada) yang diatur dalam Undang-undang No. 32 tahun 2004
tentang pemerintahan daerah. Undang-undang ini mengharuskan semua kepala daerah
di seluruh Indonesia dipilih melalui pilkada mulai pertengahan 2005. Semenjak
itu, semua kepala daerah yang telah habis masa jabatanya harus dipilih melalui
pilkada. Pilkada bertujuan untuk menjadikan pemerintah daerah lebih demokratis
dengan diberikanya hak bagi rakyat untuk menentukan kepala daerah. Hal ini
tentu saja berbeda dengan pemilihan kepala daerah sebelumnya yang bersifat tidak
langsung karena dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Pelaksanaan
pemilu legislatif dan pemilihan presiden pada tahun 2004 merupakan tonggak
sejarah politik penting dalam sejarah politik Indonesia modern karena
terpilihnya presiden dan wakil presidem yang didahului oleh terpilihnya
anggota-anggota DPR, DPD (dewan perwakilan daerah) dan DPRD telah menuntaskan
demokratisasi di bidang lembaga-lembaga politik di Indonesia. Dapat dikatakan
bahwa demokratisasi telah berhasil membentuk pemerintahan Indonesia yang
demokratis karena nilai-nilai demokrasi yang penting telah diterapkan melalui
pelaksanaan peraturan perundangan mulai dari UUD 1945. Memang benar bahwa
demokratisasi adalah proses tanpa akhir karena demokrasi adalah sebuah kondisi
yang tidak pernah terwujud secara tuntas. Namun dengan adanya
perubahan-perubahan tadi, demokrasi di Indonesia telah mempunyai dasar yang
kuat untuk berkembang.
Walaupun
demikian transisi politik Indonesia masih merupakan suatu proyek yang
menghadapi sejumlah tantangan. Banyak orang yang harus diyakini bahwa demokrasi
bisa memberikan keuntungan bagi mereka tidak hanya sekedar pemilihan umum atau
kebebasan berbicara. Apalagi, dan ini harus diletakkan pada agenda teratas
kita, kita harus memperhatikan secara serius meningkatnya radikalisasi di
kalangan orang (yang secara salah) menyatakan bertindak atas nama agama dalam
melakukan kekerasan. Bangkitnya kelompok ekstrim agama dan sejumlah organisasi
etno-nasionalis menyebarkan kebencian agama dan etnik benar-benar memberikan
ancaman serius bagi demokrasi Indonesia yang baru, khususnya dalam penolakan
mereka terhadap arti pentingnya pluralisme dan toleransi yang akan menjamin
stabilitas di suatu masyarakat pluralistik seperti Indonesia.
Demokrasi
Indonesia masih rawan. Partai-partai politik belum stabil. Masih ada kekurang
dewasaan politik dan ketidakmampuan menghadapi kesulitan. Kampanye pemilihan
umum dan perilaku pemilih masih ditentukan terutama oleh pribadi dan sikap
budaya-agama, sementara program praktis tidak menonjol. ‘Politik uang’ pada
semua tingkatan kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif mengancam merusak
seluruh kemapanan politik dari dalam. Rakyat sinis terhadap anggota parlemen.
Walaupun ‘otonomi daerah’ sudah terbangun, situasinya jauh dari memuaskan.
Salah satu
faktor yang menentukan apakah demokrasi Indonesia akan menjadi dewasa dan
menjadi negara demokratis yang tegar di bawah aturan hukum dan mengabdikan diri
bagi perlindungan hak asasi manusia, menjadi suatu demokratischer rechsstaat
(negara hukum demokratik) adalah orang Islam Indonesia. Paling sedikit 85%
orang Indonesia beragama islam sementara hampir 10%nya beragama kristen
(sepertiganya adalah katolik). Mungkin ada sekitar 1,5% beragama hindu,
yang lainya beragama budha, konfusius, penganut asli dan lain-lain. Sementara
ini semua partai islam tegas mendukung konsep demokrasi. Kedua organisasi besar
islam Nadhatul Ulama dan Muhammadiyah berulang kali menegaskan komitmenya tidak
hanya pada demokrasi, tetapi juga pada prakondisinya, menghormati hak asasi
manusia, pluralisme dan pancasila (filsafat negara Indonesia yang secara tegas
menyatakan bahwa Indonesia menjadii milik bersama semua rakyatnya tanpa
memandang agamanya).
Tetapi yang
paling menentukan adalah perkembangan hubungan antara agama-agama di Indonesia
khusunya hubungan antara Islam dan Kristen karena (khusunya jika hubungan islam
dan kristen baik, hubungan antar komunitas relijius yang lain secara otomatis
juga memuaskan). Jika toleransi pada tingkat akar-rumput bisa dibangun kembali,
jika kemauan yang sudah dijanjikan agama-agama besar untuk menerima eksistensi
pihak lain terbukti dalam praktik politik dan sosial, demokrasi Indonesia akan
berakar walaupun mungkin dengan naik-turun. Sebaliknya jika ekstrimisme agama
tumbuh rakyat akan menjadi semakin sektarian dan primordialistik, aduu kekuatan
dan kekerasan akan mengemuka dan ini akan berarti akhir demokrasi Indonesia.
Itu malahan bisa
menjadi akhir Indonesia sebagai negara yang beradab, negara kesatuan. Indonesia
tidak bisa disatukan hanya dengan kekerasan. Tetapi jika suatu kelompok
memaksakan pemikiranya pada pihak lain yang tidak sepakat mereka tidak akan
menerima dan pada akhirnya berupaya memisahkan diri. Tetapi pengulangan orde
barunya Soeharto jangan sampai terjadi. Pengambil alihan oleh militer misalnya
dalam keadaan kekacauan tidak akan berumur panjang. Militer Indonesia terlalu
kecil sehingga hanya bisa pada saat bersamaan mengamankan tidak lebih dari dua
provinsi atau empat kota besar. Tentu saja pengambil alihan oleh militer
terkait dengan pembentukan negara agama (sindroma Zia uul-Haq) menjadi suatu
kemungkinan yang nyata tetapi hal ini akan membawa Indonesia ke dalam jurang
saudara. Jadi hubungan baik yang stabil antara agama-agama merupakan kondisi
penting untuk pendewasaan demokrasi Indonesia.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Apa yang kita
dapatkan dari penjelasan konteks sosial politik ini? Jika kita urutkan,
hasilnya ialah jika militer dan akumulasi ekonomi berada di tangan negara,
terlebih lagi jika kontrol sosial negara atas masyarakat sangat ketat,
negaralah yang paling mampu membentuk corak gerakan masyarakat dan menjadi agen
perubahan. Lemahnya posisi kelas menengah mempengaruhi corak negara, akibat
ketidakmandirian ekonomi dan politik, paling jauh membuat mereka hanya berhenti
pada pelemparan isu yang tidak mengubah keadaan.
pengertian kunci yang harus
kita pahami adalah jika kita ingin perubahan dan pembaharuan kebudayaan,
terlebih lagi dalam kondisi kita saat ini. Kekuatan negara Orde Baru jelas
lebih kuat dari negara kolonial dahulu. Negara sekarang punya basis legitimasi
kekuasaan, terlebih lagi ia mampu mengintegrasikan dan menyerap kekuatan kelas
menengah ke dalam dirinya. Ancang-ancang yang harus diambil jangan dimulai
dengan spekulasi logika abstrak yang kemudian dipaksakan ke dalam kondisi
empiris, tapi harus berangkat dari kondisi empiris kita, baru kemudian
diabstraksikan
Kita merasakan adanya perkembangan yang paradoksal. Ekonomi
Indonesia begitu fleksibel dan mudah menyesuaikan diri dengan perkembangan
mutakhir dunia. Komitmen kepada perdagangan bebas dan liberalisasi ekonomi
sudah diambil. Sungguhpun masih terjadi praktek proteksi di sana sini, namun
kecenderungan liberalisasi itu semakin dirasakan. Namun dunia politik sekarang
terasa kurang fleksibel. Selama ini kita belum merasakan adanya perubahan yang
substansial seperti yang terjadi didunia ekonomi, sementara di 129 negara
lainnya sudah banyak yang berubah.
B.
Saran
Indonesia akan
mengalami perubahan kearah yang lebih baik, jika seluruh pejabat pemerintah
benar-benar menjalankan tanggung jawabnya dengan baik dan optimal, serta adanya
kerjasama dari warga negara untuk membangun Indonesia. Pemerintah jangan hanya
terbuka untuk dikritik tetapi mengabaikan kritikkan dari masyarakat tanpa
mempertimbangkan dan mengkoreksi kinerjanya terlebih dahulu. Bentengi Indonesia
dengan kesadaran individu akan hak, kewajiban, tanggung jawab baik itu dari
pejabat pemerintah maupun warga negara nya. Tumbuhkan rasa toleransi yang
lebih, karena kita harus mengakui bahwa Indonesia adalah negara yang majemuk
dan multikultural.
Daftar Pustaka
1. Surdiasis, Fransiskus. 2006, Demokrasi
Indonesia: Visi dan Praktek / Denny J.A, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan
2. http://www.scribd.com/doc/77001161/Pengertian-Reformasi

Tidak ada komentar:
Posting Komentar