Model Teori Konsentris (Burgess)
Pembagian zone menurut Teori Konsentris :





Sub-urban
adalah daerah tempat atau area di mana para penglaju / commuter tinggal yang
letaknya tidak jauh dari pusat kota. penglaju atau kommuter adalah orang-orang
yang tinggal di pinggiran kota yang pulang pergi ke kota untuk bekerja setiap
hari. Pada dasarnya daerah sub-urban merupakan daerah pinggiran kota yang
terekspansi akibat pemekaran kota. Fenomena ini disebabkan karena kemunculan
jaringan-jaringan jalan baru sehingga mempermudah adanya perluasan lahan. Jika
dilihat sebagai suatu bentuk komunitas, sub-urban merupakan komunitas yang
memiliki sifat urban yang berada di tengah-tengah rural (Kuswitoyo, 2000). Wilayah
sub-urban menurut karakteristiknya sebenarnya adalah pencampuran antara desa
dengan kota. Beberapa daerah akan memperlihatkan bentuk kota dan yang lain akan
lebih dekat dengan ciri-ciri pedesaan.
Masyarakat sub-urban
dapat menjadi penyangga (buffer) bagi kehidupan kota jika warganya memiliki
kemampuan kontributif dalam kehidupan kota induk, sebaliknya masyarakat
sub-urban hanya akan menjadi beban bagi kehidupan bagi kota induk apabila
masyarakatnya tidak memiliki ketempilan atau kemampuan untuk berkontribusi bagi
kehidupan kota induk. Permasalahan yang sering timbul di daerah sub-urban
adalah terjadinya perubahan sektor pertanian yang dapat menimbulkan masalah
lingkungan secara fisik (misal: perubahan dari sawah menjadi kawasan
perumahan), masalah transportasi (misal: bertempat tinggal di pinggiran, namun
bekerja di pusat kota sehingga menyebabkan lalu lintas menjadi padat). Contoh
daerahnya sub-urban adalah Mranggen dan Sayung-Demak.
Wilayah sub-urban dapat
pula dijadikan sebagai tempat tinggal bagi para penglaju (commuter) yang
bekerja di pusat kota. Sub-urban
biasa disebut dengan daerah para penglaju yang merupakan daerah terluar dari suatu kota atau terletak di luar
area built up kota, di daerah ini bermunculan perkembangan permukiman baru
yang berkualitas tinggi. Zona
penglaju memasuki daerah belakang (hinterland) atau merupakan batas desa dan
kota. Zona pemukiman ini memanjang mulai dari pusat kota sampai ke arah luar
kota.
Misalnya
Depok
merupakan salah satu daerah penglaju di Jakarta, dimana daerah ini memiliki
jumlah penduduk yang padat dan memiliki beragam jenis pekerjaan dan kualitas
tempat tinggal yang berbeda tergantung hasil pendapatan dari jenis pekerjaan
yang dimiliki. Selain itu arus lalu lintas juga padat sehingga sering terjadi
kemacatan di jalan daerah Depok. Dengan jumlah penduduk yang padat kebanyakan
masyarakat depok masuk kebagian pusat kota Jakarta untuk mengadu nasib mencari
pekerjaan untuk menunjang perekomomian masyarakat Depok.
Daerah sub-urban atau
zona penglaju ini mempunyai tipe kehidupan yang dipengaruhi oleh pola hidup
daerah pedesaan disekitarnya. Sebagian menunjukkan ciri-ciri kehidupan
perkotaan dan sebagian yang lain menunjukkan ciri-ciri kehidupan pedesaan.
Kebanyakan penduduknya mempunyai lapangan pekerjaan nonagraris dan merupakan
pekerja-pekerja penglaju yang bekerja di dalam kota, karena itu daerah ini pada
siang hari boleh dikatakan kosong, karena orang-orangnya kebanyakan bekerja, namun sebagian
penduduk yang lain adalah penduduk yang bekerja di bidang pertanian.
Terdapat
fenomena terkait tentang daerah Sub-urban, yaitu Urban Sprawl. Urban Sprawl
adalah suatu proses perembetan kenampakan fisik perkotaan ke wilayah sub-urban
yang tidak terencana dengan baik dan tidak teratur. Jika dilihat melalui
pencitraan dengan foto udara maka tampak sebagai polygon berwarna “pemukiman”
yang tersebar tidak teratur dan berada di pinggiran kota. Fenomena urban sprawl
ditandai dengan pembangunan di kawasan berkepadatan penduduk rendah, tata guna
lahan homogen di suatu wilayah, sedangkan untuk peruntukan lahan lain
penggunaannya berbeda dan untuk menjangkaunya harus menggunakan kendaraan.
Penyebab
terjadinya urban sprawl terutama akibat wilayah perkotaan yang tidak mampu lagi
menampung berbagai kegiatan masyarakat akibat pertumbuhan penduduk dan
aktivitas perekonomian yang berlangsung pesat, sedangkan untuk lahan yang
tersedia jumlahnya terbatas. Pertumbuhan ekonomi dengan pembangunan di berbagai
sektor juga menyebabkan peningkatan harga tanah di perkotaan sehingga terjadi
pergeseran pemukiman ke areal pinggiran kota sedangkan di dalam kota digunakan
untuk pembangunan pusat-pusat kegiatan seperti gedung perkantoran, pusat
perbelanjaan, dan aktivitas perdagangan-jasa lainnya. Terjadinya urban sprawl
ini dapat menyebabkan dampak negatif bagi lingkungan baik pada kawasan
pinggiran kota tersebut maupun pada masyarakat yang tinggal di perkotaan.
DAFTAR
PUSTAKA
Sabari Yunus, Hadi. 2000. Struktur
Tata Ruang Kota. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.