My Friend

Rabu, 29 Oktober 2014

Puisi Rasa



Rasa
Ayu Minarti
Ketika waktu tak dapat ku putar ulang
Ketika itu rasa sudah melekat
Harus apa aku untuk diriku,
Aku hanya mampu berharap ada jalan keluar dari ini
Aku tak mampu menahan rasa, rasa sayang yang memang bertolak
Ku hanya mampu menangis dalam kesedihan ku
Tak mampukah ku berlaku dengan waktu
berlaku bersama angan menentang rasa
Ku ingin kamu serta ku ingin pengertian dari mu
Ku butuh kamu didalam waktu-waktu dikehidupan ku
Tak mampu ku mengatakan pada mu
Kalau aku benci kamu dan aku juga sangat cinta kamu

Kepercayaan Masyarakat



Nama  : Ayu Minarti                          Prodi    : Pendidikan Sosiologi Antropologi
NIM     : A1A413013                          B. Study: Sosiologi Agama
Universitas Lambung Mangkurat

Kepercayaan Masyarakat Flores, Seram, Etnis  Nias, Suku Anak Dalam, Orang Sumba

A.      Kepercayaan Masyarakat Flores
Dalam religi tradisional flores  percaya bahwa disekitar alam tempat tinggl mereka terdapat roh-roh yang dinamakan Naga Ngalo yang dihubungkan dengan keselamatan atau bencana yang mengenai rumah atau desa ataupun darat . Darat adalah roh yang tinggal didaerah-daerah yang belum dijamah manusia, di pihon-pohon besar, puncak bukit, batu-batu besar, dsb. Selain itu dikenal pula Poti  berasal dari orang-orang mati yang tidak dikenal, Poti  berkeliaran di tempat kematian atau pesta-pesta, untuk melindungi desa dari Poti  harus dipersembahkan sesaji(Hadiwijono, 1977: 23) .
B.      Kepercayaan Masyarakat Seram Provinsi Maluku
Dalam kehidupan sehari-hari penduduk asli Seram menyeru arwah nenek moyang, segala harapan, perlindungan, pertolongan, restu, dan lain-lain yangselalu dihubungkan dengan peranan arwah nenek moyang. Arwah nenek moyang itu disebut Nito atau Osi, mereka dapat tinggal di mana-mana, dihutan, gunung, desa atau tempat tinggalnya  selama ia hidup. Kekuasaan Nitu berbeda-beda tergantung pada peranan nya pada waktu ia hidup dahulu. Apabila waktu hidup ia sangat berkuasa sebagai kepala dusun, maka setelah meninggal roh itu menjadi soanitu, yaitu roh yang berasal dari ketua kelompok, ketua suku,atau pendiri keluarga (Hadiwijono, 1977: 35)
C.      Dalam religi etnis Nias
Dalam religi etnis Nias mengenal adanya  dewata tertingggi yang disebut dengan Lowalangi yang  dianggap raja dari segala dewa di dunia atas atau dianggap sang pencipta. Selain itu dikenal ppula Latura Dano dipercaya sebagai raja dewa-dewa dunia bawah, kakak dari Lowalangi dan menjadi pelindung yang dianggap sebagai penghubung dunia atas dan dunia ybawah, penghubung antara dunia manusia dan  dewa-dewa. Selain adanya  kepercayaan teerhadap dewa-dewa tersebut oran Nias juga membuat patung-patung kayu yang mennggambarkan nenek moyang, Adu Zatua adalah nenek moyang pihak laki-laki sedangkan Adu Nuwu adalah nenek moyang perempuan dipercaya sebagai pemimpin nenek moyang perempuan. Patung-patung nenek moyang  itu adapula yang dimaksudkan sebagai  penggambaran roh para kesatria, pemimpin desa, pemburu yang mahir, dan lain-lain (Melalatoa,1995:637).

D.       Kepercayaan Suku Anak Dalam
Suku Anak Dalam di provinsi Jambi mengakui keberadaan dewa. Dewa-dewa dalam bahasa setempat dikenal dengan sebutan Dewo, dipandang sebagai kekuatan besar yang tidak akan mengganggu, jika manusia tidak mengganggu mereka. Dewa-dewa menghuni tempat-tempat tertentu seperti kayu besar, bukit, Hulu Sungai atau tebing. Bentuk Dewa tidak dapat dilukiskan namun suku anak dalam sangat takut akan kekuatan dewa yang dianggap dapat mengambil nyawa manusia. Dewa-dewa yang dikenal dalam kehidupan mereka antara lain Dewa kayu, Dewa Gajah, Dewa Harimau, ewa Burung Gaading, Dewa Sungai dan Dewa  Tenggiling. Persembahan sesaji berupa bung-bunaga, pohon ibul-ibul, dan rokok yag diberikan pada dewa agar mereka tidak marah dan tetap memberikn perlindungan bagi manusia. Pemberian sesaji untuk para dewa dilakukan dalam upacara basale .Handini.(Munandar, 2009 : 15)
E.       Kepercayaan Orang Sumba
Upacara keagamaan yang biasa disebut dengan istilah hamayang, juga dilakukan pada saat mereka melakukan aktivitas bertani, yang dilakukan saat kebun mulai ditanami hingga saat menyimpan hasil panen. Pada saat memasuki tanam misalnya, hamayang ini dilakukan ditengah-tengah perkebunan yang disebut dengan katoda puhu woka yaitu tanah atau tempat yang dipercayai sebagai tempat dikeluarkan hal-hal yang pahit yang dapat menyebab penyakit pada tanaman (lipa pahulungu ma paita). Agar tanaman yang akan ditanam terhindar dari penyakit, maka segala bentuk gangguan dibuang kepinggir/luar kebun yang di sebut dengan  katoda tunggal(katoda meha). Satunya lagi disebut katoda ukur yang terletak di pinggir gunung, saat melakukan hamayang di tempat ini, seekor ayam harus disembelih. Khusus untuk orang Sumba yang berasal dari Kabihu Ratu, setelah menanami kebun(manga patandung) harus diadakan upacara untuk mencuci semua peralatan yang digunakan saat menanam(baha kahonga). Upacara pencucian alat-alat pertanian diyakini dapat menjaga kesuburan tanah da memberikan hasil panen yang berlimpah.
Saat panen, Hamayang juga dilakukan lagi diketiga katoda tersebut dengan tujuan untuk menyampaikan maksud kepada arwah leluhur bahwa tanaman sudah siap dipanen dan mereka meminta agar dibuka kan jalan untuk memanennya.  Kemudian setelah kembali kerumah dilakukan Hamayang lagi degan menyembelih seekor babi, tujuannya agar pada saat panen diberikan hasil yang banyak sampai lumbung penuh dengan hasil berkebun. 
Setelah hari panen  tiba, pemilik kebun akan mengundang orang banyak untuk bersama-sama melakukan Hamayang dengan menikam seekor babi sebagai  persembahan.  Setelah hasil panen terkumpul dilakukan lagi penyembelihan seekor ayam. Arti dari persembahan ini adalah ungkapa rasa syukur atas usaha keras yang telah dilakukan dan agar panen akan terus berlimpah. Hasil yang telah terkumpul kemudian disimpan dalam  dandak dengan melakukan upacara hamayang lagi dengan tujuan agar hasil yang disimpan dapat awet, tahan lama, tidak cepat habis dimakan sehingga tidak akan terjadi bahayAmayang ini disertai penyembelihan seekor ayam, upacara haying yang terakhir ini dilakukan didepan arca nenek moyang yang biasa terdapat dirumah besar(oma bokulu). Anggraini.(munandar,2009: 20)



Sumber :
Ø  Munandar, Agus Aris, dkk. 2009. Sejarah Kebudayaan Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers.