Nama : Ayu Minarti Prodi : Pendidikan Sosiologi Antropologi
NIM : A1A413013 B.
Study: Sosiologi Agama
Universitas Lambung Mangkurat
Kepercayaan
Masyarakat Flores, Seram, Etnis Nias, Suku
Anak Dalam, Orang Sumba
A. Kepercayaan
Masyarakat Flores
Dalam religi tradisional flores percaya bahwa disekitar alam tempat tinggl
mereka terdapat roh-roh yang dinamakan Naga Ngalo yang dihubungkan dengan keselamatan atau bencana yang mengenai
rumah atau desa ataupun darat . Darat adalah
roh yang tinggal didaerah-daerah yang belum dijamah manusia, di pihon-pohon
besar, puncak bukit, batu-batu besar, dsb. Selain itu dikenal pula Poti berasal dari orang-orang mati yang tidak
dikenal, Poti berkeliaran di
tempat kematian atau pesta-pesta, untuk melindungi desa dari Poti harus dipersembahkan sesaji(Hadiwijono,
1977: 23) .
B. Kepercayaan
Masyarakat Seram Provinsi Maluku
Dalam kehidupan sehari-hari penduduk asli Seram menyeru
arwah nenek moyang, segala harapan, perlindungan, pertolongan, restu, dan
lain-lain yangselalu dihubungkan dengan peranan arwah nenek moyang. Arwah nenek
moyang itu disebut Nito atau Osi, mereka dapat tinggal di
mana-mana, dihutan, gunung, desa atau tempat tinggalnya selama ia hidup. Kekuasaan Nitu berbeda-beda
tergantung pada peranan nya pada waktu ia hidup dahulu. Apabila waktu hidup ia
sangat berkuasa sebagai kepala dusun, maka setelah meninggal roh itu menjadi soanitu,
yaitu roh yang berasal dari ketua kelompok, ketua suku,atau pendiri
keluarga (Hadiwijono, 1977: 35)
C. Dalam
religi etnis Nias
Dalam
religi etnis Nias mengenal adanya dewata
tertingggi yang disebut dengan Lowalangi yang dianggap raja dari segala dewa di dunia atas
atau dianggap sang pencipta. Selain itu dikenal ppula Latura Dano dipercaya
sebagai raja dewa-dewa dunia bawah, kakak dari Lowalangi dan menjadi pelindung
yang dianggap sebagai penghubung dunia atas dan dunia ybawah, penghubung antara
dunia manusia dan dewa-dewa. Selain
adanya kepercayaan teerhadap dewa-dewa
tersebut oran Nias juga membuat patung-patung kayu yang mennggambarkan nenek
moyang, Adu Zatua adalah nenek moyang pihak laki-laki sedangkan Adu Nuwu adalah
nenek moyang perempuan dipercaya sebagai pemimpin nenek moyang perempuan.
Patung-patung nenek moyang itu adapula
yang dimaksudkan sebagai penggambaran roh
para kesatria, pemimpin desa, pemburu yang mahir, dan lain-lain
(Melalatoa,1995:637).
D. Kepercayaan Suku Anak Dalam
Suku Anak Dalam di provinsi Jambi mengakui keberadaan dewa.
Dewa-dewa dalam bahasa setempat dikenal dengan sebutan Dewo, dipandang sebagai
kekuatan besar yang tidak akan mengganggu, jika manusia tidak mengganggu
mereka. Dewa-dewa menghuni tempat-tempat tertentu seperti kayu besar, bukit,
Hulu Sungai atau tebing. Bentuk Dewa tidak dapat dilukiskan namun suku anak
dalam sangat takut akan kekuatan dewa yang dianggap dapat mengambil nyawa
manusia. Dewa-dewa yang dikenal dalam kehidupan mereka antara lain Dewa
kayu, Dewa Gajah, Dewa Harimau, ewa Burung Gaading, Dewa Sungai dan Dewa Tenggiling. Persembahan sesaji berupa
bung-bunaga, pohon ibul-ibul, dan rokok yag diberikan pada dewa agar mereka
tidak marah dan tetap memberikn perlindungan bagi manusia. Pemberian sesaji
untuk para dewa dilakukan dalam upacara basale .Handini.(Munandar, 2009 : 15)
E. Kepercayaan
Orang Sumba
Upacara
keagamaan yang biasa disebut dengan istilah hamayang, juga dilakukan pada saat
mereka melakukan aktivitas bertani, yang dilakukan saat kebun mulai ditanami
hingga saat menyimpan hasil panen. Pada saat memasuki tanam misalnya, hamayang
ini dilakukan ditengah-tengah perkebunan yang disebut dengan katoda
puhu woka yaitu tanah atau tempat yang dipercayai sebagai tempat
dikeluarkan hal-hal yang pahit yang dapat menyebab penyakit pada tanaman (lipa
pahulungu ma paita). Agar tanaman yang akan ditanam terhindar dari
penyakit, maka segala bentuk gangguan dibuang kepinggir/luar kebun yang di
sebut dengan katoda tunggal(katoda
meha). Satunya lagi disebut katoda ukur yang terletak di pinggir
gunung, saat melakukan hamayang di tempat ini, seekor ayam harus disembelih.
Khusus untuk orang Sumba yang berasal dari Kabihu Ratu, setelah menanami kebun(manga
patandung) harus diadakan upacara untuk mencuci semua peralatan yang
digunakan saat menanam(baha kahonga). Upacara pencucian
alat-alat pertanian diyakini dapat menjaga kesuburan tanah da memberikan hasil
panen yang berlimpah.
Saat
panen, Hamayang juga dilakukan lagi diketiga katoda tersebut dengan tujuan
untuk menyampaikan maksud kepada arwah leluhur bahwa tanaman sudah siap dipanen
dan mereka meminta agar dibuka kan jalan untuk memanennya. Kemudian setelah kembali kerumah dilakukan
Hamayang lagi degan menyembelih seekor babi, tujuannya agar pada saat panen
diberikan hasil yang banyak sampai lumbung penuh dengan hasil berkebun.
Setelah hari panen tiba, pemilik kebun akan mengundang orang
banyak untuk bersama-sama melakukan Hamayang dengan menikam seekor babi
sebagai persembahan. Setelah hasil panen terkumpul dilakukan lagi
penyembelihan seekor ayam. Arti dari persembahan ini adalah ungkapa rasa syukur
atas usaha keras yang telah dilakukan dan agar panen akan terus berlimpah.
Hasil yang telah terkumpul kemudian disimpan dalam dandak dengan melakukan upacara
hamayang lagi dengan tujuan agar hasil yang disimpan dapat awet, tahan lama,
tidak cepat habis dimakan sehingga tidak akan terjadi bahayAmayang ini disertai
penyembelihan seekor ayam, upacara haying yang terakhir ini dilakukan didepan
arca nenek moyang yang biasa terdapat dirumah besar(oma bokulu). Anggraini.(munandar,2009: 20)
Sumber :
Ø Munandar, Agus Aris, dkk. 2009. Sejarah
Kebudayaan Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers.